TASIKMALAYA Jawa Barat,OnNewsOne.com—
Kasus perundungan yang menimpa anak berinisial (F) sehingga berujung meninggal dunia di Singaparna Kabupaten Tasikmalaya telah menjadi perbincangan dikalangan berbagai lapisan masyarakat
Diantaranya menurut Kt LBH Dharma Selaras Nusa (DSN) saat dimintai pendapatnya bahwa kejadian yang menimpa (F) yang diduga telah dipaksa dan dibuli melakukan perbuatan tidak sepantasnya sehingga stress dan traumatic yang berujung meninggal dunia tersebut, merupakan salah satu dari sederet anak-anak yang menjadi korban, baik korban pencabulan, persetubuhan pemerkosaan, perdagangan orang, maupun korban kekerasan di Wilayah Kabupaten Tasikmalaya.
Berdasarkan hasil kajiannya, dalam rentang waktu satu tahun terakhir dari periode Agustus 2021 sampai dengan Juli 2022 diduga terdapat kurang lebih 30 orang anak yang diduga menjadi korban.
Kata H Taufiq, dari sekitar 30 orang anak yang menjadi korban tersebut, diantaranyaa terdapat sekitar 26 orang anak perempuan dan 4 orang anak laki laki dengan rentang usia korban antara 3 sampai dengan 10 tahun sekitar 8 orang anak, usia lebih dari 10 tahun sampai dengan 15 tahun sekitar 12 orang anak dan usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun sekitar 10 orang anak.
Lanjutnya, dari 26 orang anak perempuan yang diduga menjadi korban tersebut, 4 orang anak diantaranya diduga mengalami kehamilan. Dari keseluruhan 30 anak yang di duga menjadi korban tersebut, diduga 27 orang akibat perbuatan cabul dan/atau persetubuhan dan/atau pemerkosaan dan 1 orang diduga korban perdagangan orang dan 2 orang lagi diduga akibat kekerasan kepada anak. Bahkan diduga ada 3 orang anak yang menjadi korban dari 1 pelaku, serta diduga ada 4 orang anak yang menjadi korban dari 1 orang pelaku yang lainnya.
Selanjutnya menurut hasil telaahan H Taufiq menyebut bahwa penyebaran daerah asal korban berada di sekitar 16 kecamatan dari sekitar 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Tasikmalaya dengan rincian di wilayah utara Kabupaten Tasikmalaya diduga ada sekitar 1 orang korban anak yang berada di satu kecamatan, di wilayah tengah di duga ada sekitar 11 korban anak yang berada di 5 kecamatan dan di wilayah selatan Kabupaten Tasikmalaya diduga ada sekitar 15 orang anak yang menjadi korban yang berada di 9 kecamatan, diluar itu kata Dia, masih ada 3 orang anak yang menjadi korban yang berasal dari luar daerah tapi kejadiannya di duga di Kabupaten Tasikmalaya.
Menurutnya juga, fenomena tersebut di atas sepertinya fenomena gunung es dan diduga masih banyak korban-korban lainnya yang belum terungkap ke permukaaan dan ini sangat berbahaya bagi masa depan anak-anak kita. Menurutnya, keadaan ini menjadi indikasi kondisi darurat perlindungan anak.
” Kita harus sama-sama menemukan akar masalah yang menyebabkan timbulnya korban-korban tersebut. Apakah karena terjadi perubahan budaya yang lebih permisif akibat kebebasan berinteraksi dan berselancar di dunia maya, atau karena longgarnya pengawasan orang tua atau karena proses pendidikan yang kurang sempurna atau karena program-program kebijakan pemerintah masih kurang bernuansa memberikan ruang tumbuh kembang dan lindung anak atau karena penanganan perkara kepada anak tidak tuntas sehingga diangap sepele atau bisa juga karena pemidanaan kasus-kasus tersebut terlalu lemah sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi para pelakunya” ujar H Taufig yang juga sebagai anggota RANHAM Tasikmalaya.
Lanjutnya, bahwa, apapun latar belakang akar masalahnya, kita harus sama-sama bergerak secara terprogram, terstruktur, masif dan intensif untuk memberikan perlindungan kepada anak serta memberikan ruang tumbuh kembang dan lindung yang baik bagi anak-anak serta tidak memberikan keragu-raguan kepada apparat penegak hukum untuk menjalankan penegakan hukum.
Satu hal lain ungkap Kt LBH Dharma Selaras Nusa (DSN) ini, yang sangat penting katanya adalah bagaimana menangani para korban tersebut agar kondisi fisik dan psikis serta masa depannya dapat menjadi lebih baik. Oleh karenanya perlu keterlibatan berbagai pihak khususnya pemerintah daerah untuk membantu proses pemulihan tersebut.
“Kami dari LBH DSN memiliki beberapa relawan dari latar belakang Pendidikan psikologi dan kedokteran yang bisa membantu proses trauma healing bagi para korban, akan tetapi kami idak bisa melakukan intervensi dalam prosesnya. Sepanjang diminta oleh keluarga korban dan korbannya mau bekerjasama untuk memulihkan keadaan traumatisnya, maka para relawan yang ada di LBH DSN, Insya Alloh akan membantu mereka bersama-sama dengan pemerintah dan atau lembaga lainnya” demikian ujarnya mengakhiri
(OnNewsOne.com)