Berita

Seorang Pengurus Partai Besar Tingkat Kecamatan Di Kabupaten Tasikmalaya, Jadi Tersangka Pemotongan Dana PIP Yang Bersumber Dari Aspirasi Anggota DPR – RI

TASIKMALAYA Jawa Barat,onnewwone.com
Sidang kasus korupsi pemotongan dana PIP 11 SMK dan 1 SMAN di kabupaten Tasikmalaya di Pengadilan Tipikor Bandung sudah masuk tahapan tuntutan, kedua tersangka (E) dan  (J) dituntut dengan Pidana pasal 3 UU Tipikor karena diduga menyalahgunakan kewenangan yang mengakibatkan kerugian negara dengan tuntutan hukuman pidana dan denda yang berbeda.JPU menuntut terdakwa J dengan hukuman penjara 2 tahun dan denda 50 juta serta uang pengganti 337 jt rupiah,  sedangkan E dituntut selaku turut serta dengan pidana penjara 3,6 tahun dan uang pengganti 373 jt rupiah serta denda Rp. 100 juta rupiah.

Awal Kedua warga asal Kabupaten Tasikmalaya dijadikan tersangka pemotongan dana PIP tahun anggaran 2020 tersebut adalah dimulai adanya aspirasi dari anggota DPRRI dari Fraksi Golkar yaitu Ferdiansyah, yang pada saat itu dipercayakan kepada J yang notabene sebagai kepercayaan anggota DPR – RI dapil Jabar XI tersebut.

J diketahui sebagai kepala sekolah sebuah SMP dikabupaten Tasikmalaya yang baru menjabat sebagai kepala sekolah pada tahun 2022 lalu dan dan didakwa serta dituntut karena menyalahgunakan kewenangannya melakukan pemotongan dana PIP di 53 SMA/SMK yang merugikan keuangan negara pada tahun 2020,

Sedangkan E hanya seorang Ibu rumah tangga yang baru menjabat sebagai ketua pengurus Partai Golkar tingkat kecamatan di kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2021, dan dan didakwa serta dituntut karena menyalahgunakan kewenangannya melakukan pemotongan dana PIP di 12 SMA/SMK yang merugikan keuangan negara pada tahun 2020,

E dan J disangkakan telah Melawan Hukum,yaitu  menyalahgunakan dana Program Indonesia Pintar (PIP) Usulan Pemangku Kepentingan di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2020 dengan cara melakukan pemotongan dana PIP tersebut  dari nilai total yang didapatkan Ke 12 (dua belas) Sekolah penerima yang  ada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, diantaranya : 1 Sekolah Di Cibalong, 3 Sekolah di Bantar Kalong, 1 Panca Tengah, 1 Rajapolah, 2 Cikalong, 2 Cipatujah, 1 Cikatomas, dan 1 Sekolah Di Karangnunggal

Hal demikian itu  bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar Pasal 2 huruf a, Pasal 3 dan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Program Indonesia Pintar BAB 1 Huruf C dan BAB IV Huruf A.

Adapun hasil pemotongan dari 12 sekolah tersebut diantaranya diterima oleh :

1. Terdakwa ETS alias Al sebesar Rp. 373.125.000.- (tiga ratus tujuh puluh tiga juta seratus dua puluh lima ribu rupiah),

2. Saksi CY, sebesar Rp. 11.475.000.(sebelas juta empat ratus tujuh puluh lima ribu rupiah),

3. Saksi UP sebesar Rp 14.000.000,- (empat belas juta rupiah),

4. Saksi R A sebesar Rp. 14.860.000,- (empat belas juta delapan ratus enam puluh ribu rupiah),

5. Saksi IGS, sebesar Rp. 17.560.000,- (tujuh belas juta lima ratus enam puluh ribu rupiah),

6. Saksi APM, sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah),

7. Saksi AM, sebesar Rp. 3.925.000,- (tiga juta sembilan ratus dua puluh lima ribu rupiah),

8. Saksi U,J, sebesar Rp. 1.700.000,- (satu juta tujuh ratus ribu rupiah),

9. Saksi ES, sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah),

10. Saksi H.SD sebesar Rp. 19.660.000,- (Sembilan belas juta enam ratus enam puluh ribu rupiah),

11. Saksi Y F, sebesar Rp. 21.860.000,- (dua puluh satu juta delapan ratus enam puluh ribu rupiah),

12. Saksi TS sebesar Rp. 11.400.000,- (sebelas juta empat ratus ribu rupiah),

Namun Goibnya ke 11 saksi tersebut didakwa bersama sama namun tidak dijadikan tersangka, inilah diduga ugal ugalannya penerapan hukum di kasus pemotongan PIP Kabupaten Tasikmalaya.

Lucunya lagi mereka didakwa dan dituntut menyalahgunakan kewenangan pada tahun 2020, padahal E baru menjabat sebagai Ketua Golkar Kecamatan tahun 2021 dan J baru menjabat kepala sekolah tahun 2022

Anehnya lagi Pihak yang melakukan pemotongan tidak dijadikan tersangka sedangkan E dan J yang menurut audit BPKP perannya sebagai penerima hasil pemotongan dijadikan terdakwa, sedangkan staf Ahli DPR yang menurut BPKP menerima uang Rp. 100 juta malah tidak dijadikan tersangka. “Aneh bin Ajaib”, pungkas Nasrul SH

Sumber : Nasrul SH.
Tim pengacara Terdakwa ( E )

( onnewsone.com)