JAKARTA , OneNewsOne.com — Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa menjerat pelaku LGBT karena tidak adanya hukum yang mengaturnya, dan demokrasi harus diatur dengan hukum (nomokrasi),sementara LGBT dan penyiarannya itu belum diatur oleh hukum (sehingga) bukan menjadi kasus hukum.
Pernyataan Mahfud MD tersebut menuai tanggapan dari ketua Fraksi PKS DPR RI Jazyli Juwaini, menurut Jazuli Juwaini alasan tersebut tidak bisa melepaskan tanggung jawab negara untuk menjaga moralitas masyarakat dan menjaga ketertiban umum.
Argumentasi kekosongan lanjut Jazuli, hukum atau alasan kebebasan, demokrasi, dan hak asasi tentu tidak bisa digunakan untuk membiarkan perilaku yang jelas-jelas menyimpang di masyarakat.
” Tidak adanya aturan hukum yang menjerat pelaku/perilaku LGBT justru menjadi tugas negara untuk mengaturnya demi menegakkan moralitas dan ketertiban umum karena demikianlah fungsi utama dari hukum,” ujar nya
Jazuli menegaskan, karena atas dasar itulah, beberapa waktu yang lalu Fraksi PKS menolak disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) karena tidak komprehensif melarang segala bentuk tindak pidana kesusilaan termasuk LGBT dan perzinahan.
“Kita menginginkan agar RUU TPKS disahkan harus bersamaan dengan revisi KUHP yang menegaskan larangan LGBT dan perzinahan karena fenomenanya sudah meresahkan dan mengancam moralitas dan ketertiban masyarakat,”
- Di atas kewajiban negara untuk menegakkan hukum, negara memiliki tanggung jawab menjaga moralitas masyarakat dan ketertiban umum, gerakan dan paham LGBT sering mendasarkan diri pada HAM dan masalah privat, padahal dalam konteks Indonesia hak asasi dibatasi oleh undang-undang yang menimbang nilai moral agama dan budaya.
“Negara Indonesia, tidak menganut kebebasan yang tanpa batas. Hal itu jelas merupakan amanat UUD 1945 yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila. Pasal 28 J menegaskan bahwa kebebasan individu diikat oleh nilai-nilai Pancasila dan dibatasi oleh undang-undang, dalam rangka menghormati hak orang lain, pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum,” terang Jazuli.
Bagi masyarakat Indonesia LGBT bukan masalah perbedaan orientasi seksual seperti yang didengungkan para aktivis HAM yang mendukungnya, tetapi ini merupakan penyimpangan seksual yang melanggar nilai Pancasila, moral agama, dan budaya luhur bangsa
“Hubungan diantara pelaku LGBT juga melanggar UU Perkawinan bahwa perkawinan yang sah harus diantara beda jenis, antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai tuntunan agama, untuk menjaga keturunan, dan kemaslahatan masyarakat, bangsa, dan negara.
Kita juga punya UU ITE yang mengatur konten media sosial tidak boleh bermuatan pornografi/pornoaksi, tidak boleh berisi hal-hal yang meresahkan, serta melanggar norma dan etika masyarakat,” ungkap Jazuli.
Di sinilah negara harus hadir mengingatkan, mengedukasi, hingga mengambil tindakan tegas sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945 serta perintah undang-undang. Negara harus bergandengan tangan dengan elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, ulama, pendidik, public figure dll untuk memberi pesan kuat bahwa LGBT adalah masalah serius yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, Justru sebaliknya, jangan sampai ada kesan permisif dan apologetik,” demikian kata Jazuli Juwaini, Anggota Komisi I DPR RI Dapil Banten (TIM)